Kejatuhan Nilai Tukar Rupiah Berpotensi Balikkan Arah Kebijakan BI
Wednesday, April 17, 2024       14:16 WIB

Ipotnews - Rencana Bank Indonesia bersiap untuk pelonggaran moneter di akhir tahun ini, kemungkinan akan sulit terwujud. Penurunan tajam nilai tukar rupiah akhir-akhir ini bakal menghalangi rencana tersebut, bahkan bisa memaksa Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga pada depan depan.
Saat kembali dari liburan panjang Idul Fitri pada pekan ini, rupiah terus merosot mencapai level terendah dalam empat tahun terakhir terhadap dollar AS. Perekonomian AS yang panas diekspektasikan akan memaksa the Fed untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Reuters, Rabu (127/4) melaporkan, ketika rupiah telah merosot melewati level psikologis 16.000 per dollar AS, atau merosot 5,25% untuk tahun ini, sejumlah pelaku pasar berpendapat bahwa Bank Indonesia (BI) mungkin perlu melakukan sesuatu yang drastis seperti kenaikan suku bunga untuk menahan penurunan rupiah. Rupish terus meluncur turun, menembus level 16.230 pada Rabu siang ini.
BI adalah satu-satunya bank sentral di dunia yang memiliki mandat utama untuk menjaga stabilitas mata uang. Hingga tahun 2023 dan sejauh tahun ini, BI telah menggunakan berbagai alat intervensi untuk menjaga nilai tukar rupiah saat dolar melonjak.
Hingga bulan lalu, BI bahkan diperkirakan akan menjadi salah satu bank sentral pertama di negara berkembang Asia yang mulai memangkas suku bunga. Namun ketika BI bersiap untuk meninjau kebijakan pada 23 April nanti, situasi berubah.
"Saya kira risiko kenaikan suku bunga tidaklah kecil. Saya tidak akan menjadikannya sebagai acuan karena mereka telah menaikkan suku bunga sebelumnya, namun saya rasa itu tidak kecil," kata Alvin Tan, kepala strategi FX Asia di RBC Capital Markets.
"Saya rasa pasti, retorika harus berubah menjadi lebih  hawkish  untuk memberikan dukungan pada mata uang," imbuhnya seperti dikutip Reuters. "Tentu saja, retorika harus berubah menjadi lebih  hawkish  untuk memberikan dukungan pada mata uang," kata Tan.
Kenaikan suku bunga akan membantu meningkatkan imbal hasil yang telah menjadi daya tarik utama rupiah secara historis, sekaligus menjadi penyebab seringnya terjadi volatilitas. Hal ini terjadi bahkan ketika inflasi dan pertumbuhan yang rendah tidak memerlukan kenaikan suku bunga.
Setelah menjadi mata uang  carry-trade  yang populer, pasar obligasi Indonesia yang berimbal hasil tinggi telah kehilangan daya tariknya karena volatilitas mata uang dan  spread  yang sangat tipis yang ditawarkannya dibandingkan pasar dollar.
 Spread  antara Treasury AS bertenor 10 tahun dan obligasi pemerintah Indonesia mencapai 7,5 poin persentase empat tahun lalu. Sekarang selisihnya tinggal dua poin.
Sejauh ini, menurut Reuters, pihak asing hanya memiliki 14% dari surat utang pemerintah Indonesia yang beredar, lebih sedikit dibandingkan pada Desember 2020 dimana asing memiliki seperempatnya.
Untuk menahan rupiah, Bank Indonesia telah menggunakan kombinasi unik antara pembelian rupiah secara langsung di pasar valuta asing spot dan pasar  domestic non-deliverable forwards  ( DNDF ) serta pembelian obligasi pemerintah.
Yang pasti, upaya-upaya ini telah membantu menjaga rupiah agar tidak jatuh sebanyak mata uang-mata uang lain seperti won Korea.
Intervensi BI di pasar DNDF juga telah meredam ekspektasi pelemahan rupiah. Pasar yang memperkirakan penurunan hanya sebesar 0,5% dalam enam bulan ke depan.
Edi Susianto, kepala departemen moneter BI, mengatakan kepada Reuters bahwa bank sentral telah bekerja sama dengan "para pemangku kepentingan yang relevan" untuk mencegah volatilitas rupiah yang berlebihan. Contohnya dengan mengerem permintaan dollar dari perusahaan energi milik negara Pertamina.
"Sejauh ini koordinasi dengan Pertamina berjalan dengan baik. Jika permintaan itu untuk nanti, maka disarankan untuk tidak masuk ke pasar valas untuk saat ini," kata Susianto.
Bank sentral telah menghabiskan sekitar USD6 miliar di kuartal pertama saja, yang membuat cadangan devisa RI tergerus menjadi USD140,4 miliar pada akhir Maret lalu.
Namun BI bisa saja kehabisan semua pilihannya, terutama karena spekulasi penurunan suku bunga the Fed mulai surut.
Daniel Tan, manajer portofolio di Grasshopper Asset Management, mengaku bahwa reksadana kelolaannya telah membeli obligasi dalam mata uang dolar yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan pemerintah Indonesia tahun ini, daripada mengambil risiko terhadap aset-aset rupiah.
Beberapa investor bertaruh bahwa penurunan suku bunga The Fed akhir tahun ini akan memberikan sedikit kelonggaran pada rupiah Indonesia.
Jerome Tay, manajer investasi pendapatan tetap Asia di abrdn, mengatakan bahwa perusahaannya memiliki pemilaian  overweight  pada rupiah, berdasarkan nilai relatif, dan obligasi pemerintah Indonesia. Kepemilikan aset rupiah ini, menurutnya, dengan alasan seperti inflasi yang terkendali, surplus kas pemerintah dan ekspektasi akan rendahnya volatilitas.
"Posisi asing masih sangat sedikit dan obligasi didukung dengan baik oleh para investor domestik," ujarnya. Ia memperkirakan dana asing akan kembali masuk ketika the Fed mulai melonggarkan kebijakannya.
Ekonom Bank of America untuk Asia dan ASEAN Kai Wei Ang telah menggeser ekspektasi penurunan suku bunga pertama BI ke bulan Desember dari bulan Juni, sejalan dengan The Fed.
"Setiap kenaikan BI dalam menanggapi tekanan depresiasi mata uang yang tajam, tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan, tetapi dapat dilakukan dengan cara yang 'mengejutkan' pasar dan dijustifikasi atas dasar risiko-risiko kenaikan inflasi yang berasal dari inflasi impor dan energi." (Reuters).
inline-image-big

Sumber : admin

berita terbaru
Tuesday, Apr 30, 2024 - 14:16 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of PTSP
Tuesday, Apr 30, 2024 - 14:13 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of KRYA
Tuesday, Apr 30, 2024 - 14:09 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of SMSM
Tuesday, Apr 30, 2024 - 14:06 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of UNTR
Tuesday, Apr 30, 2024 - 14:02 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of PPRI
Tuesday, Apr 30, 2024 - 14:00 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of RICY
Tuesday, Apr 30, 2024 - 13:55 WIB
Financial Statements Full Year 2023 of SSTM